Senin, 23 Mei 2016

Akuntansi pemerintah/sektor publik PSAP 9 Akuntansi Kewajiban


(PASP 9) akuntansi kewajiban
BAB I

 Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Akuntansi kewajiban pemerintah diatur dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 dalam standar akuntansi pemerintahan pernyataan No.09 (PSAP) tentang Akuntansi Kewajiban. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga keuangan,  pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada akhir tahun anggaran.
Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak mengingat atau atau peraturan perundangan. Tugas atau tanggung jawab untuk bertindak atau melakukan sesuatu pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan perusahaan karena tindakan atau transaksi sebelumnya.
Pengorbanan ekonomis dapat berbentuk penyerahan utang, aktifa lain jasa-jasa, atau melakukan pekerjaan tertentu.tindakan atau transaksi sebelumnya itu dapat berupa uang, barang atau jasa, diakuinya suatu beban atau kerugian.
1.2 Rumusan Masalah
1.       Apa definisi kewajiban?
2.       Apa saja klasifikasi kewajiban?
3.       Bagaimana pengakuan kewajiban dalam akuntansi pemerintahan?
4.       Bagaimana pengukuran kewajiban dalam akuntansi pemerintahan?
5.       Bagaimana penyelesaian kewjiban sebelum jatuh tempo pada akuntansi pemerintahan?
1.3    Tujuan
1.    Memahami pengertian kewajiban
2.    Memahami klasifikasi kewajiban
3.    Memahami pengakuan kewajiban
4.    Menjelaskan pengukuran kewajiban
5.  Memahami perlakuan akuntansi untuk penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    DEFINISI DAN KLASIFIKASI KEWAJIBAN
A.    Pengertian Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga keuangan,  pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada akhir tahun anggaran.
B. Klasifikasi Kewajiban
Kewajiban pemerintah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
1.        Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan  dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
2.        Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan. Jika pada akhir periode akuntansi, pemerintah mempunyai utang jangka panjang, maka pemerintah harus melakukan reklasifikasi kewajiban tersebut ke kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
Dalam hal terjadi kesulitan likuiditas pemerintah dapat melakukan restrukturisasi atau pendanaan kembali terhadap utang-utangnya yang akan jatuh tempo.
Apabila hal ini terjadi, entitas pelaporan dapat memasukkan kewajiban jatuh temponya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan ke dalam klasifikasi kewajiban jangka panjang, jika:
Ø  Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan
Ø  Entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang
Ø  Maksud tersebut didukung  dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
2.2     Pengakuan DAN Pengukuran KEWAJIBAN
A.    Pengakuan Kewajiban
Kewajiban pemerintah diakui jika besar kemungkinan pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini, dan kewajiban tersebut dapat diukur dengan andal.
Prasyarat peristiwa masa lalu sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Peristiwa tersebut menimbulkan suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Peristiwa  yang dimaksud mungkin dapat berupa suatu kejadian internal dalam entitas seperti timbul kewajiban kepada pegawai organisasi pemerintah akibat pemerintah belum membayar tunjangan pegawai, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti adanya transaksi dengan entitas lain.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul. Kewajiban dapat  timbul dari:
·         Transaksi pertukaran (exchange transactions)
·         Transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), dimana pemerintah belum melaksanakan kewajibannya sampai akhir periode akuntansi
·         Kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events)
·         Kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa sebagai gantinya pemerintah berjanji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa depan.
Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan.
Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui transaksi dengan pertukaran.
Terdapat kewajiban pemerintah yang timbul bukan didasarkan pada transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar kendali pemerintah. Pengakuan kewajiban yang timbul dari kejadian tersebut sama dengan kewajiban yang timbul dari transaksi dengan pertukaran.
B. Pengukuran Kewajiban
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang  rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti karakteristik dari masing-masing pos.
1.      Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)
Terhadap barang/jasa yang telah diterima pemerintah dan belum dibayar, termasuk barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah mengakui kewajiban tersebut sebagai utang di neraca.
Contoh: Kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah. Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan porsi pekerjaan tahap I dan telah menyerahkan kepada pemerintah. Jumlah tagihan termin I tersebut sampai akhir tahun belum dibayar. Oleh karena itu, jumlah tersebut merupakan utang yang harus disajikan di neraca.
Apabila dalam jumlah kewajiban terdapat utang yang disebabkan adanya transaksi antar unit pemerintahan, penyajiannya  harus dipisahkan dari kewajiban kepada unit nonpemerintahan.
2.      Utang Transfer
Merupakan kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-undangan. Diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.      Utang Bunga (Accrued Interest)
Utang bunga pinjaman pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga pinjaman pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban jangka pendek.
Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkanoleh pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.
Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan untuk PFK yang belum disetorkan kepada yang berhak harus disajikan sebagai utang di neraca  sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus disajikan di neraca  sebesar jumlah yang masih harus disetorkan sebagai utang PFK.
Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Contohnya  Pinjaman obligasi yang jatuh tempo tahun yang akan datang sebesar Rp 1 Milyar disajikan sebesar nilai nominal.
6.       Perubahan Valuta Asing
Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat diandalkan.
Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.  Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode berjalan. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.
2.3 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO
Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature) dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan.
Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan.

Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
A.    Tunggakan
Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal yang mengharuskan debitur untuk melakukan pembayaran kewajiban kepada kreditur.
Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan dan solvabilitas satu entitas.
Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.
B.     Restrukturisasi Utang
Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang terkait.
Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat bunga efektif  yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan .
Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan.
Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu.
C.    Penghapusan Utang
Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah nilai tercatatnya.
Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada restrukturisasi utang di pragaraf sebelumnya berlaku.Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan ketentuan pada resktrusturisasi paragraf sebelumnya, serta  mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan.
Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:
Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
D. Biaya-Biaya yang Berhubungan Dengan Utang Pemerintah
Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana.Biaya-biaya dimaksud meliputi:

a.Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang;

b.Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman
c.Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya.
d.Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82.
Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.
Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.


BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan uraian diatas kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas  alah Kewajiban merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban-kewajiban yang penyelesaianya harus menggunakan aktifa lancar atau pembentukan kewajiban lancar lainya. Sedangkan kewajiban jangka panjang adalah  semua kewajiban perusahaan yang jatuh temponya lebih dari satu periode akuntansi, yang akan dilunasi dengan menggunakan sumber-sumber yang bukan digolongkan sebagai aktiva lancar. Utang jangka panjang ini, umumnya dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana dalam merealisasikan rencana-rencana strategis perusahaan.
3.2 Saran
    
Semoga makalah ini dapat membatu bagi para pembaca khususnya mahasiswa pendidikan ekomoni dan dapat memahami apa itu kewajiban dan juda dapat menggunakan makalah ini sebagaimana mestinya.
Selain itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon di maklumi jika ada salah penulisan dalam makalah, semoga makalah ini dapat bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA

Akuntansi Pemerintah/sektor publik PSAP 8 Kontruksi Dalam Pengerjaan

PSAP 8 Kontruksi Dalam Pengerjaan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Standar Akuntansi Pemerintahan ( SAP ) pertama kali yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ( KSAP ) adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada tanggal 13 juni 2005. Inilah untuk pertama kali indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan sejak indonesia merdeka. Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran penting akuntansi dalam pelaporan keuangan pemerintahan. SAP ini lama ditunggu kehadirannya setalah ada penegasaan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 pada pasal 35 bahwa penatausahaan dan petanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintahan daerah yang berlaku.
Sejak saat itu banyak UU yang dimana menyebutkan bahwa peraturan – peraturan daerah yang berlaku sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Diantaranya UU No 17 Tahun 2003 yang juga menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertangungjawaban keuangan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. UU No 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting standar akuntansi pemerintahan bahkan memuat Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP yang keanggotanya ditetapka dan diputuskan presiden. UU otonomi daerah juga menegaskan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2004. 
Saat ini, SAP menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tidak berlaku lagi dan diganti dengan SAP menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 yang merupaka SAP berbasis Akrual yang ditetapkan pada tanggal 22 oktober 2010 dan dapat mulai ditetapkan sejak eraturan pemerintaha terseebut ditetapkan. SAP Berbasi Akrual merupakanamanat dari pasal 36 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2010 dan Pasal 70 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2004, sehingga PP Nomor 24 Tahun 2005 memang harus diganti.
1.2  Rumusan Masalah
Dari beberapa PSAP yang tercantum dalam SAP No 71 Tahun 2010, penulis merumusakan masalah yang dijabarkan dalam makalah ini adalah penjelasan mengenai PSAP 08 tentang Akuntansi Dalam Pengerjaan. Dimana pembahasan akan menyajikan informasi mengenai:
  1. Apa definisi dari Konstruksi dalam Pengerjaan?
  2. Bagaimana Cakupan Konstruksi dalam Pengerjaan?
  3. Apa Penyatuan dan segmentasi kontrak konstruksi?
  4. Apa Pengakuan konstruksi dalam pengerjaan?
  5. Bagaimana Pengukuran biaya konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan?
  6. Bagaimana Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan ?
  7. Bagaimana Penyelesaian dan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan
1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah yang sudah dirumuskan diatas, maka tujuan dari makalah Konstruksi dalam Pengerjaan yaitu :
  1. Untuk mengetahui definisi dari Konstruksi Dalam Pengerjaan
  2. Untuk mengetahui bagaimana cakupan Konstruksi Dalam Pengerjaan
  3. Untuk mengetahui Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi
  4. Untuk mengetahui Pengakuan Konstruksi dalam Pengerjaan
  5. Untuk mengetahui Pengukuran Biaya Konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan
  6. Untuk mengetahui bagaimana Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan?
  7. Untuk mengetahui bagaimana Penyelesaian dan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam pernyataan standar dengan pengertian:
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan.
Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut.
Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pemberi kerja.
2.2  Cakupan Konstruksi Dalam Pengerjaaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Selain itu juga Konstruksi dalam Pengerjaan dapat mencakup :
  1. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
  2. kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
  3. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
  4. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan
          Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
2.3 Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi
Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
Kontrak konstruksi dapat meliputi:
(a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
(b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
(c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan konstruks aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
(d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi.
 Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
(c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:
(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.
2.4  Pengakuan Konstrusksi Dalam pengerjaan
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:
(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
(b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
(c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
(b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
2.5  Pengukuran Biaya Konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
(a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
(c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.
Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
(b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi;
(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
(e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
(a) Asuransi;
(b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;
(c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung
Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
(a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
(b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
(c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor.Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukansecara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkandalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagaipenambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan danperselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.
Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.
Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan.
Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.
Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.
2.6  Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
(b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
(c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan
(d) Uang muka kerja yang diberikan;
(e) Retensi
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas LaporanKeuangan.
Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu.
2.7 Penyelesaian dan Pengehentian Konstruksi dalam Pengerjaan
Penyelesaian Kontruksi dalam Pengerjaan terdiri dari :
Ø  KDP akan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan
Ø  Dokumen sumber untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP).
Sedangkan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan terdiri dari :
Ø  Apabila dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam CaLK.
Ø  KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam CaLK.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil pembahasan yang tersaji pada bab 2 telah menjabarkan bagaimna akuntans konstruksi dalam pngerjaan. Sebagaimna yang dijabarkan dalam SAP No 71 Tahun 2010.
Konstruksi dalam pengerjaan (KDP)  adalah asset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pembangunan asset tersebut dapat dikerjakan sendiri  (swakelola) maupun dengan menggunakan jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konnstruksi suatu asset atau suatu kombinasi asset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi ,  fungsi atau tujuan dan penggunaan utama. Suatu konstruksi dalam pengerjaan dipindahkan ke asset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
Saran
Dari makalah ini masih terdapat bebarapa hal yang menurut penulis cukup untuk dijadikan saran. Dimana dalam makalah ini belum tertera contoh yang real mengenai kondisi dilapangan. Serta bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman. Diharapkan untuk makalah selanjutnya penulis dapat menambah hal tersebut dengan kondisi real terbaru yang digunakan oleh istansi – istansi pemerintah.
Dari makalah ini masih terdapat bebarapa hal yang menurut penulis cukup untuk dijadikan saran. Dimana dalam makalah ini belum tertera contoh yang real mengenai kondisi dilapangan. Serta bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman. Diharapkan untuk makaah selanjutnya penulis dapat menambah hal tersebut dengan kondisi real terbaru yang digunakan oleh istansi – istansi pemerintah.
Daftar Pustaka
https://rhetnowulan.wordpress.com/2014/07/21/makalah-akuntansi-pemerintahan-psap-08-akuntansi-konstruksi-dalam-pengerjaan/